Ngaliwet di Sungai Ciherang: Kebersamaan Anggota Irma At-Taqwa RW 02 Desa Wanasari
Media74.id
Wanasari – Purwakarta
Sungai Ciherang pagi itu menjadi saksi hangatnya kebersamaan anggota Irma At-Taqwa RW 02 Desa Wanasari, Kecamatan Wanayasa. Di tengah udara segar pedesaan, suara tawa dan obrolan akrab menyatu dengan gemericik air yang mengalir. Kegiatan ngaliwet bareng yang diadakan Minggu pagi ini bukan sekadar acara makan-makan. Bagi anggota Irma, ini adalah wujud rasa syukur, pemersatu hati, dan pengingat bahwa hidup yang indah selalu lahir dari kebersamaan.
Sekitar 23 anggota Irma berangkat bersama dari Rumah kediaman RW 02 menuju Sungai Ciherang. Jalan yang dilalui tidaklah mudah, ada tanjakan yang menguras tenaga, hamparan sawah yang memanjakan mata namun memerlukan langkah hati-hati, hingga trek berbatu yang menuntut kewaspadaan.
Namun, justru di perjalanan inilah terlihat kekuatan persaudaraan: yang muda membantu yang tua, yang kuat memberi tangan kepada yang tertinggal, dan tawa menjadi penghapus rasa lelah. Filosofinya sederhana, perjalanan hidup pun seperti ini—tidak selalu mulus, tapi akan terasa ringan jika dijalani bersama-sama.
Sesampainya di tepi sungai, anggota Irma mulai membuka bekal masing-masing. Nasi timbel lengkap dengan lauk pauk khas Sunda—ayam goreng, tahu, tempe, sambal, dan lalapan—ditata di atas daun pisang panjang. Semua duduk lesehan membentuk lingkaran, berbagi makanan dari satu alas yang sama, seperti tradisi ngaliwet pada umumnya.
Suasana terasa akrab dan hangat. Tidak ada jarak antaranggota, semua menikmati makanan dengan canda tawa, sambil memandang indahnya aliran Sungai Ciherang yang menyejukkan hati.
Sambil makan dan bercengkerama, pandangan sesekali tertuju pada air sungai yang mengalir tenang. Bagi sebagian anggota, sungai ini seperti cermin kehidupan—mengalir melewati batu dan rintangan, namun tetap memberi manfaat bagi sekitarnya. Begitu pula manusia, seharusnya terus berjalan, memberi manfaat, dan tidak terhenti hanya karena tantangan.
Menjelang siang, anggota Irma berkemas dan memulai perjalanan pulang. Meski kaki terasa pegal dan baju basah oleh keringat, wajah mereka memancarkan kepuasan. Perjalanan yang berat di awal ternyata terbayar lunas oleh kenangan indah di tepi sungai.
Bagi mereka, hari ini bukan hanya tentang makan timbel bersama, tapi juga tentang mengikat hati dengan tali persaudaraan yang lebih kuat. Karena pada akhirnya, yang membuat sebuah kelompok hidup bukanlah fasilitas mewah, melainkan hubungan antarmanusia yang saling menguatkan.
Kegiatan sederhana ini mungkin hanya berlangsung beberapa jam, namun filosofi yang tersirat di dalamnya akan terus mengalir seperti Sungai Ciherang—mengajarkan bahwa kebersamaan, rasa syukur, dan gotong royong adalah kunci kehidupan yang damai dan bahagia.
_Alrizal